Share

Supporter Bisa Apa dan Buah Simalakama untuk Kita Semua!

Selasa, 04 Desember 2018 0 komentar

Demo untuk Menurunkan Nurdin Halid Tahun 2010 (detik)

Sebelum mengawali esai ini, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah mengutip dan mengubah judul salah satu episode Mata Najwa Trans 7 dengan judul “PSSI Bisa Apa?”.

Berbeda dengan judul episode Mata Najwa “PSSI Bisa Apa?”, yang digunakan untuk menyentil PSSI dengan maksud pertanyaan “PSSI sebenarnya bisa apa sih?”, sebuah pertanyaan lain bagi masyarakat sepakbola Indonesia yang hadir dalam benak saya adalah “supporter bisa apa?”. Pertanyaan ini saya buat bukan untuk menyindir atau menyentil supporter. Sama sekali!

Setelah menonton salah satu episode Asumsi (channel Youtube milik Pangeran Siahaan) dengan judul “Blak-blakkan Soal PSSI”, saya kembali teringat dengan selentingan-selentingan betapa jahatnya sepakbola Indonesia mulai dari pengaturan skor Liga Indonesia dari strata teratas sampai strata terbawah, pencurian umur di kompetisi junior, rusaknya sistem pembinaan usia muda, dan masih banyak hal lain yang dibahas mengenai jahatnya sepakbola Indonesia.

Selentingan mengenai kelamnya sepakbola Indonesia sebenarnya sudah jamak kita dengar, terutama melalui obrolan santai warung kopi. Tetapi, akan berbeda rasanya bila obrolan warung kopi tersebut dibahas secara serius dan mendalam oleh pelakunya sendiri.

Channel Youtube Asumsi mendatangkan Rochi Puttiray sebagai legenda sepakbola Indonesia dan Anton Sanjoyo sebagai wartawan sepakbola senior. Rochi, yang memang terkenal getol mengkritik PSSI menceritakan semuanya, berbagai sisi kelam ketika dia bermain sempat mendapat sogokan untuk tidak mencetak gol dan kelamnya pengalaman beberapa pemain sepakbola yang masih aktif saat ini, hingga bertaruh salah satu klub akan juara Liga 1 di musim 2018 ini. Entah itu benar, entah itu hanya asal ceplos saja.

Anton Sanjoyo, dalam video tersebut mengaku menyelenggarakan kompetisi muda (Liga Kompas Gramedia Under 14) dan banyak sekali kecurangan di kompetisi yang dibuatnya, terutama hal pencurian umur. Beliau juga mengaku, terlalu banyak kartu kuning dan kartu merah untuk ukuran kompetisi junior dan hal itu tidak pantas.

Itu tadi sedikit spoiler dari saya mengenai video “Blak-blakkan Soal PSSI” dari channel Asumsi. Kembali ke topik awal, “supporter bisa apa?”. Saya tidak berniat sama sekali untuk menyindir rekan-rekan sesama supporter. Bobroknya pengelolaan sepakbola Indonesia membuat kita sebagai masyarakat sepakbola Indonesia ada di posisi yang serba salah. Tidak mendukung klub lokal? Salah. Mendukung? Lha kan katanya semua hasil pertandingan sudah diatur. Ah, susah.

Memboikot pertandingan dengan tidak menonton pertandingan Liga Indonesia? Saya pikir itu tidak mungkin terjadi. Ada jutaan orang yang hasratnya terhadap klub local Indonesia harus terpenuhi dengan cara menonton sepakbola Indonesia baik dari layar TV ataupun langsung di stadion. Hari menonton sepakbola adalah hari di mana setiap orang yang menonton sepakbola bebas mengekspresikan dirinya. Tertawa riang gembira, meratapi kekalahan, berbicara kasar, dan masih banyak ekspresi lainnya yang bisa ditumpahkan saat menonton sepakbola Indonesia, termasuk saya sendiri. Boikot? Jelas tidak mungkin. Buah simalakama untuk kita semua!

Buah simalakama yang memiliki arti dihadapkan dengan dua pilihan sulit adalah ungkapan yang sangat pantas diberikan kepada seluruh supporter klub lokal Indonesia. Jelas. Sudah berapa kali klub yang kalian dukung dirugikan oleh kepemimpinan wasit dan sudah berapa kali hukuman PSSI (yang terkesan pilih kasih) menimpa klub yang kalian dukung? Kalian tetap datang ke stadion, bernyanyi, berteriak untuk klub kalian yang kalian cintai. Cinta! Iya! Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ah betapa menyedihkannya. Tetapi hasratku untuk mendukung klub jagoanku harus dituntaskan! Sama, saya pun begitu!

Lebih menyedihkan saat membahas tim nasional, ribuan orang sudah berkali-kali pergi dari pelosok negeri ke Jakarta untuk mendukung tim nasional. Ribuan orang juga sudah mengeluarkan pundi-pundinya untuk tandang ke luar negeri demi mengawal tim nasional Indonesia yang berlaga di negeri orang. Hasilnya? Kecewa. Mengapa kalian melakukan hal itu? Cinta! Iya! Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Ah betapa menyedihkannya!

Akhirnya hanya ada dua hal yang bisa dilakukan masyarakat sepakloba Indonesia. Berdoa. Pasti! Lalu menekan klub-klub yang kalian cintai dan PSSI untuk berbenah. Demonstrasi? Sah-sah saja di negeri yang demokratis ini. Ada beberapa orang yang beranggapan demonstrasi tidak akan membuahkan hasil karena PSSI adalah lembaga yang privat dan tidak bisa diganggu gugat. Ah, siapa bilang? Toh Nurdin Halid bisa turun dari jabatan gandanya (sebagai Napi dan sebagai Ketua PSSI) karena ada tekanan dari masyarakat sepakbola Indonesia. Maka dari itu saya sampaikan salam terakhir “Masyarakat sepakbola di Indonesia, bersatulah!”

Mengapa Wakil Indonesia Tidak Langsung Lolos ke Liga Champions Asia

Kamis, 18 Januari 2018 1 komentar

Selasa, 16 Januari 2018 akan menjadi hari dan tanggal yang bersejarah bagi Bali United. Klub yang baru berumur tiga tahun ini akan membuka petualangan mereka di kompetisi antar-klub Asia. Bali United akan mengawali petualangan dengan melakoni pertandingan kualifikasi ronde pertama Liga Champions Asia. Lawan pertama yang akan dihadapi adalah Tampines Rovers dari Singapura. Ada tiga ronde kualifikasi yang harus dilalui Bali United. Pemenang pertandingan kualifikasi ronde pertama harus bertandang ke Chiangrai (Thailand) menghadapi Chiangrai United dalam kualifikasi ronde kedua. Pemenang dari kualifikasi ronde kedua harus kembali bertandang dalam kualifikasi ronde ketiga (ronde terakhir) untuk memperebutkan jatah grup F Liga Champions Asia menghadapi Shanghai SIPG (China). Klub yang diperkuat oleh Hulk dan Oscar, pemain timnas Brasil. Dalam grup F sudah menanti raksasa-raksasa Asia, Kawasaki Frontale (Jepang), Ulsan Hyundai (Korea Selatan), dan Melbourne Victory (Australia). 

Satu lagi catatan penting, dalam kualifikasi Liga Champions Asia ronde pertama sampai ketiga hanya dilangsungkan pertandingan satu leg saja di kandang tim unggulan. Mengapa perjalanan begitu panjang harus ditempuh wakil Indonesia untuk bermain di kompetisi kasta tertinggi antar-klub Asia ini?

Gambar Slot Asosiasi di Asia Timur untuk Liga Champions Asia 2018
Dari wikipedia.org (poin dihitung berdasarkan MA rangking 2016)
Sejak tahun 2014, AFC (Asian Football Confederation – Konfederasi Sepakbola Asia) memperkenalkan sistem “Member Association (MA) Ranking”. Sekarang sistem ini dikenal dengan nama AFC Club Competitions Ranking” (Link: http://www.the-afc.com/afc-ranking/) atau bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Peringkat Kompetisi Klub Asia.Dalam peringkat kompetisi klub Asia terdapat nilai koefisien. Besar atau kecilnya nilai koefisien sebuah asosiasi yang akan menentukan klub dari asosiasi tersebut bisa lolos langsung ke Liga Champions Asia. Misalkan, di tahun 2018 Hongkong menempatkan satu wakilnya lolos langsung di babak grup Liga Champions Asia dengan nilai koefisien 31,797. Sementara Indonesia dengan poin hanya 20,372 hanya berhak menempatkan satu wakilnya di kualifikasi ronde pertama.

Lalu dari mana nilai koefisien tersebut diperoleh? Nilai koefisien diperoleh dari penghitungan poin yang diraih wakil asosiasi masing-masing saat menjalani kompetisi Asia empat musim terakhir. Baik Liga Champions Asia atau Piala AFC.

Hal yang perlu diketahui dari cara penghitungan nilai koefisien adalah sebagai berikut: Kemenangan di Liga Champions Asia akan bernilai tiga poin dan imbang satu poin. Tiga poin untuk klub yang lolos ke babak knock-out. Sementara di Piala AFC nilai koefisien lebih rendah. Satu poin untuk satu kemenangan, 0.3 poin untuk hasil imbang di Piala AFC. Satu poin untuk klub yang lolos ke babak knock-out. Jika sebuah asosiasi yang memiliki lebih dari satu tim (di fase grup), rata-rata poin per tim digunakan untuk Peringkat Kompetisi Klub.

AFC MA Ranking 2016

Berdasarkan ranking kompetisi 2016 yang dikeluarkan AFC sebagai pedoman asosiasi mana saja yang berhak meloloskan wakilnya di Liga Champions Asia 2018, kompetisi Indonesia berada di peringkat 21 dengan nilai koefisien 20.372. Indonesia mengalami penurunan nilai koefisien yang menjadikan turunnya peringkat kompetisi lantaran pada tahun 2015 Indonesia tidak menempatkan wakilnya di kompetisi antar-klub Asia karena dalam masa sanksi FIFA. Ingat, nilai kompetisi dihitung berdasarkan keikutsertaan wakil sebuah asosiasi pada empat musim terakhir.


Akhir kata, selamat berjuang untuk Bali United dan Persija Jakarta di kompetisi antar-klub Asia. Semoga mampu mengangkat peringkat kompetisi klub yang nantinya akan memudahkan Indonesia untuk meloloskan wakilnya di babak grup Liga Champions Asia. 

Kemeriahan Turnamen dan Reformasi yang Berjalan (Lambat)

Minggu, 06 Desember 2015 3 komentar

Persib Bandung Juara Piala Presiden 2015
Sebuah turnamen sepakbola nasional untuk mengisi kekosongan jadwal liga kembali digelar. Sejak 10 November 2015 turnamen tersebut digelar dengan tajuk "Piala Jendral Sudirman". Sebelumnya memang sudah ada turnamen Piala Kemerdekaan dan Piala Presiden yang merupakan turnamen level nasional untuk mengisi kegiatan sepakbola Indonesia di tengah sanksi FIFA. Piala Jendral Sudirman sudah memasuki delapan besar. Pertandingan akan dimainkan di Sleman dan Surakarta.

Namun kemeriahan Piala Jendral Sudirman dan turnamen lain hanyalah kemeriahan semu. Apabila turnamen telah selesai dan telah melahirkan juara, pertanyaan yang timbul pastilah sama, “Lalu selanjutnya apa?”. Ya, kita haruslah sadar bahwa Indonesia masih di bawah sanksi FIFA dan kalau dipikirkan kembali sejak sanksi dijatuhkan per tanggal 30 Mei 2015, Indonesia belum melakukan reformasi apapun yang cukup besar. Situasi yang ada dalam sepakbola saat ini tidak jauh berbeda semenjak sanksi dijatuhkan, gaji telat, tidak ada kontrak yang jelas, pemukulan wasit, bahkan sampai liga yang berhenti (sebenarnya walau Indonesia disanksi FIFA liga masih tetap bisa berjalan!), atau yang lebih parah lagi pemain bermain tanpa kontrak, layaknya pemain tarkam, namun mereka bermain tanpa kontrak tersebut di tim yang memiliki label PROFESIONAL. Semua hal tersebut terjadi pada turnamen yang telah dan sedang digelar saat ini. Ya, kembali kepada kita sebagai  pecinta sepakbola nasional tentu ingin ada perubahan besar yang terjadi setelah sanksi pembekuan ini dicabut. Tentunya perubahan tersebut harus dilakukan saat sanksi pembekuan ini. Istilah sehari hari bisa kita bilang “Mumpung lagi ada waktu”, ya sebaiknya berbenah.

Beberapa hari yang lalu FIFA telah menyetujui tim Ad-Hoc yang terdiri dari perwakilan PSSI, pihak independen, wasit, pemain, media, serta Pemerintah. Namun pihak Kemenpora masih mempertimbangkan tim ad-hoc tersebut. “Lihat dulu ketentuannya, sesuai tujuan pemerintah dalam mereformasi PSSI apa tidak. Jika tidak, ya bye bye. Selain itu, janji FIFA baru akan ngabari pasca pertemuan tersebut secara resmi tertulis," imbuh Gatot dalam tempo. Perubahan kecil dan lambat terus berjalan, semoga ke depannya reformasi secara organisasi dari PSSI bisa berjalan dengan baik dan berdampak positif pada seluruh kegiatan dalam sepakbola di Indonesia.

Gemar Menabung

Minggu, 19 Juli 2015 1 komentar

Kurang lebih sejak bulan Mei atau sudah tiga bulan kompetisi yang digelar oleh PT Liga Indonesia dan Kompetisi Amatir Liga Nusantara berhenti. Bahkan Liga Nusantara belum bergerak. Konflik antara Kemenpora dan PSSI bolehlah dikesampingkan sejenak. Bosan rasanya melihat para petinggi PSSI dan Kemenpora bertarung saling adu kuat argumentasi siapa yang benar dan siapa yang salah.

Cerita berlanjut ke pemain yang mencari sambilan lain di luar kompetisi “professional”. Sepakbola tidak mati. Masih ada turnamen antar kampung yang bergulir, bahkan tim dari beberapa kampung rela memakai jasa pemain professional untuk bermain di turnamen tersebut. Miris? Tentu tidak. Masih banyak kemirisan lain dibalik gemerlapnya kompetisi terbesar sekelas ISL sekalipun, entah ada berapa pemain yang gajinya saja belum dicairkan oleh klub, bahkan berbulan-bulan dan pemain tersebut akhirnya pindah klub. Ujung dari kasus tersebut ialah turnamen tarkam. Tarkam? Iya. Lalu kenapa? Masalah? Tentu tidak. Memang uang yang dijanjikan tidak begitu besar jumlahnya, tapi daripada terus dilanda ketidakpastian dari klub yang punya label “professional”, “ahh mending gue ‘narkam’ aja” mungkin begitu celetukan dari pemain sepakbola di negeri ini. Masalah cedera dan lain-lain biarlah urusan mereka, yang penting dapat duit tambahan. Toh pemain sekelas Boaz Solossa pernah kambuh cederanya. Karena apa? Karena tarkam. Padahal kita tahu sendiri klub tempat Boaz bermain, Persipura Jayapura sangat jauh sekali dari gossip berjudul “telat gaji pemain”. Lalu kenapa tarkam? Selain uang yang jumlahnya memang tidak banyak sih, jelas ada lagi. Jaga kondisi atau sebagainya lah, toh saya juga bukan pemain professional jadi saya tidak tahu apa alasan tiap pemain berani mengikuti turnamen tarkam.

Akhir-akhir ini memang kondisi sepakbola sedang grasak grusuk, nggak jelas. Media seolah membesar besarkan permasalahan yang didera para pemain, entah itu pemain harus jualan makanan lah, pemain ikutan tarkamlah. Bahkan beberapa bulan yang lalu saya nonton istrinya Christian Gonzales nangis di Trans 7, ah lebay. Tapi saya selalu mengambil sisi positif dari sebuah permasalahan. Saya melihat glamour-nya panggung kompetisi nasional kita, tidak membuat pemain kita hidup mewah, bahkan cenderung biasa aja kehidupan para pemain bola. “Terus duitnya kemana dong? Perasaan pemain bola nasional kita kalo di TV tampilannya udah macam orang kaya aja”. Jelas banyak pertanyaan yang timbul bila membandingkan yang ada di layar TV, di mana pemain tampak begitu kaya dengan realita sesungguhnya. Tapi sudahlah, jangan suudzon dulu apalagi duitnya hilang entah ke mana atau nuduh mafia, mungkin para pemain bola di Indonesia gemar menabung dan tidak sombong.